Halo semuanya!

Saya ingin berbagi sedikit tentang proses development atau pengembangan kreatif di Studio Antelope. Sejujurnya, proses development adalah bagian yang paling saya sukai dari sebuah proyek, bahkan lebih dari proses syuting itu sendiri. Mengapa? Karena dalam tahap ini, kemungkinan-kemungkinannya masih tanpa batas. Tidak seperti saat syuting, di mana kita sudah harus terbentur dengan banyak realita lapangan.

Dalam artikel kali ini, saya ingin membagikan beberapa hal penting yang menjadi fokus utama dalam proses development di Studio Antelope (rumah produksi yang saya dirikan dan kelola). Saya berharap apa yang saya bagikan ini bisa menjadi pembelajaran yang berguna untuk teman-teman semua. Perlu diingat, saya bukanlah orang yang dibesarkan dengan pengalaman kerja di production house. Saya dibesarkan dan belajar dari workshop dan film lab yang saya ikuti di berbagai negara. Jadi, mungkin proses development kami terinspirasi dari banyak mentor dan script consultant yang pernah bekerja dengan saya. Tentu saja, proses kreatif berbeda-beda di setiap tempat, dan apa yang saya jalani bisa jadi tidak sama dengan yang dijalankan di tempat lain.

Apa itu Proses Development?

Sebelum masuk ke detail, mari kita bicarakan dulu apa itu proses development. Proses development adalah tahap pengembangan kreatif di mana sebuah ide diolah menjadi skenario. Ide bisa datang dalam berbagai bentuk: bisa berupa visual, situasi, atau bahkan sekadar sebuah intention (niat atau tujuan menceritakan sesuatu, meskipun ceritanya sendiri belum terbentuk). Semua itu sah-sah saja. Justru, proses development penting untuk mengolahnya menjadi sebuah skenario. Mengapa output-nya harus skenario? Karena skenario adalah satu-satunya acuan yang digunakan saat syuting. Tim produksi harus sepakat bahwa skenario tersebut adalah yang terbaik yang bisa kita hasilkan. Sekarang, mari kita bahas beberapa hal yang diutamakan dalam proses development di Studio Antelope.

Prinsip pengembangan cerita di Studio Antelope.
Saya dan tim pengembangan cerita sebuah proyek yang sedang dikerjakan Studio Antelope

1. Ruang Aman dan Nyaman

Menurut saya, proses development adalah proses yang sangat rentan. Dalam tahap ini, semua orang bisa menceritakan cerita-cerita masa lalu mereka—ada yang lucu, mengharukan, gelap, memilukan, bahkan traumatis. Oleh karena itu, hal paling mendasar dan fundamental adalah menciptakan ruang aman dan nyaman untuk semua orang bercerita. Ketika kita mengharapkan orang untuk terbuka, kita harus memastikan bahwa ruang yang kita ciptakan aman untuk mereka. Kita juga harus menjaga kepercayaan bahwa cerita yang ditumpahkan di ruangan tersebut tidak akan keluar dari sana. Saya pikir, empati adalah dasar dari proses pengembangan cerita yang baik.

2. Niat Pembuat

Di Studio Antelope, setiap orang bisa menyumbangkan ide. Kadang idenya datang dari saya, kadang dari kolega, kadang dari sutradara atau penulis lepasan. Apapun asalnya, satu pertanyaan yang selalu kami tanyakan adalah: “What is your intention?” atau “Kenapa kamu mau bikin film ini? Kamu mau cerita tentang apa?” Pertanyaan sederhana ini kadang sulit dijawab. Kadang kita punya jawabannya sejak awal, kadang jawaban itu baru muncul seiring berjalannya proses. Apa pun itu, hargai dan percayai prosesnya. Namun, carilah jawabannya sedini mungkin. Menurut saya, tanpa intention atau maksud yang jelas, cerita jadi mudah disetir—baik oleh kita sendiri atau oleh orang di luar tim, seperti studio, OTT, atau pihak lainnya.

3. Karakter Menciptakan Plot

Di Studio Antelope, kami tidak terlalu membedakan antara series dan film. Bagi kami, keduanya sama saja karena dasar keduanya tetaplah karakter. Kami percaya bahwa karakter yang menciptakan plot, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, di awal proses pengembangan, kami selalu menghabiskan waktu yang sangat lama untuk membahas karakter. Ada banyak template atau metode yang bisa kamu temukan di internet, dan sebetulnya semuanya mirip-mirip dan bisa dipakai. Intinya, kami selalu mencari tahu wants dan needs dari karakter tersebut, lalu fear (ketakutan, biasanya karena trauma di masa lalu) dan lies (kebohongan yang diyakini oleh karakter). Ada banyak varian lain yang bisa kamu eksplorasi, tetapi menurut saya, empat elemen ini adalah yang paling dasar dan penting.

4. Insting > Formula

Sejujurnya, saya punya hubungan yang ambivalen dengan formula dalam menulis skenario. Ada banyak formula yang digunakan dalam film, seperti 8 Sequence dan Save the Cat. Saya percaya formula ini mempermudah proses, tapi saya tidak percaya bahwa formula ini adalah satu-satunya peta jalan menuju hasil akhir yang baik. Hal yang sama berlaku untuk formula di poin sebelumnya (wants, needs, fear, lies): Saya percaya itu bisa membantu, tetapi jangan sampai membatasi kreativitas kita. Saya pernah bertemu penulis yang selalu ngotot dengan wants dan needs karakternya, padahal manusia bisa memiliki wants dan needs yang abu-abu dan tidak hitam putih.

Jadi, bagaimana cara kami mengatasinya? Biasanya, kami tetap menggunakan formula sebagai pegangan awal untuk mengenal karakter-karakter kami. Namun, setelah itu, saya lebih suka mengandalkan insting. Saya masuk ke dalam momen demi momen cerita, tidak terlalu memikirkan kejadian-kejadian di depan, dan mencoba berpikir dari sudut pandang karakter. Bukankah begitu cara kita hidup? Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi minggu depan, tahun depan, atau 10 tahun ke depan. Demikian juga dengan karakter yang sedang saya tulis. Kadang hasilnya bisa berbeda sekali dengan apa yang dibicarakan di awal meeting, tapi saya tidak begitu peduli asal itu manusiawi. Namun, jika kami tersesat dan tidak tahu harus ke mana, biasanya kami akan kembali ke formula untuk sekadar menjadi peta yang mengantar kami kembali ke jalan yang (setidaknya) masih familiar.

Saya dan tiga penulis: Aaron Hart, Aggi Dilimanto, dan Widya Arifianti di sebuah rapat pengembangan cerita.

5. Write Drunk, Edit Sober

Terakhir, ada prinsip yang sering saya pegang: “Write drunk, edit sober.” Maksudnya, ketika kamu menulis, bebaskan diri kamu dari batasan dan kritik. Tulis dengan semangat, biarkan ide mengalir tanpa terlalu banyak filter. Tapi, ketika sampai pada tahap editing, kamu harus lebih rasional dan objektif. Di sinilah kamu mulai mempertanyakan setiap keputusan kreatif yang kamu buat saat menulis. Apakah ini benar-benar yang terbaik? Apakah ada cara yang lebih baik untuk menyampaikan ide ini? Proses editing adalah saat di mana kamu menyempurnakan ide-ide liar yang muncul di tahap penulisan.

6. Dilarang Menanggapi Feedback

Ada satu praktik di sebuah film lab yang pernah saya ikuti, yang awalnya membuat saya jengkel, tetapi kemudian saya pahami tujuannya. Di film lab tersebut, semua peserta wajib memberikan feedback kepada skenario penulis lain. Namun, syaratnya adalah penulis yang sedang direview dilarang menjawab atau menanggapi. Ada satu feedback yang waktu itu membuat saya sangat jengkel dan ingin sekali saya tanggapi. Namun, mentor saya mencegah saya karena itu memang aturannya.

Feedback tersebut terus terngiang-ngiang sepanjang perjalanan saya pulang ke hotel. Hari itu saya masih belum mengerti tujuannya. Namun, keesokan harinya, saya mulai memahami maksud yang lebih dalam dari feedback tersebut. Sehari setelahnya, saya mulai sepakat, walau tidak sepenuhnya, tetapi saya mulai memahami esensi di balik feedback itu. Sejak itu, saya merasa bahwa praktik untuk diam, menerima, dan tidak menanggapi feedback sama sekali (kecuali memang ditanya dan butuh jawaban segera) adalah praktik yang mengasyikkan.

Kenapa? Karena sebagai penulis, saya bisa lebih santai dalam sesi feedback. Saya bisa menerima masukan dengan lapang dada, tanpa harus terbebani oleh urgensi untuk menjawab atau membela diri di saat itu juga. Setelah sesi review selesai, saya bisa merenungkan kembali feedback tersebut dengan lebih jernih dan objektif. Ini memberi saya ruang untuk benar-benar memikirkan dan mencerna masukan yang diberikan, yang pada akhirnya membantu saya untuk berkembang sebagai penulis dan pembuat film.

Itulah beberapa hal yang diutamakan dalam proses development di Studio Antelope. Semoga bisa memberikan insight bagi teman-teman yang sedang atau akan menjalani proses yang sama. Ingat, setiap tempat dan tim mungkin punya cara yang berbeda, jadi jangan ragu untuk menemukan pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan visi kamu.


Catatan: Tulisan ini pertama kali dibagikan di server Discord Studio Antelope, tempat saya sering berbagi. Jika kamu tertarik dengan topik-topik yang saya bahas, silakan bergabung.